Biarkan Kopi Menjadi Kopi III

Ampas Semangat


Beberapa kesulitan yang telah saya alami sebelumnya masih berlanjut, bertambah sedikit demi sedikit untuk kemudian menjadi busuk dan membuat saya semakin malas.
Saya mencari kiat-kiat agar semangat saya kembali. Saya memperbanyak tidur barangkali ada kunci di dalam mimpi saya, selanjutnya saya membeli kopi juga dengan imajinasi yang sama. Saya tak mendapatkan apapun kemudian teman saya menyarankan saya untuk pergi ke dukun. Disana saya bisa mendapatkan kembali apa yang saya cari. Dukun kandungan sarannya lagi.
Kopi yang sedang panas-panasnya mungkin enak jika disiramkan untuk orang yang memberikan saran demikan.
Memanglah menyebalkan.
Pada akhirnya saya memutuskan untuk rehat sejenak dari skripsi-skripsian. Bukan berarti menyerah, hanya nyaris menyerah.

Seminggu berlalu, selanjutnya waktu bertambah menjadi dua tiga atau empat hingga lima minggu nyaris sama seperti saat naskah saya di meja menjadi berjamur, berminyak, berdebu, dan ber ber ber yang lain. Siramkan sedikit air aduk dan campur tepung, goreng jadilah jamur krispi. Tak ada lagi skripsi.


Tidak semudah itu untuk orang seperti saya sehingga mudah menyerah.
Saya ingat bahwa ada hal yang harus saya perjuangkan setelah ini, dan segera lulus merupakan jalan paling lurus yang harus saya lewati terlebih dahulu.

Ampas semangat mempertemukan saya pada kawan seperjuangan (lagi) si Maskur. Agaknya dia sudah selangkah atau dua langkah di depan saya. Kabarnya beberapa pekan lagi dia akan sidang proposal, bukan sidang isbat yang lebih saya tunggu.

Dia menceritakan kiat atas suksesnya perjalanan karir skripsi yang kini mulai melambung tinggi bersama mimpi.

"Kalau kau ingin dimudahkan sebaiknya kau tiru kawan lamamu dulu, dia hampir dekat dengan semua pengajar, dan nyatanya dia dimudahkan." Petuah yang disampaikannya pada saya.

Saya tidak paham.

"Berusahalah menjadi sok dekat!"

Baik mungkin dengan mengirim pesan seperti, "Jadi, gan, apa hari ini saya bisa bimbingan?" atau "Bro, hari ini sibuk nggak?. Bisa kali mas bro kasih gue bimbingan." atau "Sob, kebelet bimbingan nih?"
Saya tidak yakin pesan semacam itu akan berhasil.

"Maksudnya, sedikit relakan dirimu menjadi orang, yaaaa orang yang terlihat baik, paling tidak di depannya. Mungkin pada akhirnya kau akan dipandang. Dan di mudahkan itu yang terpenting."

Saya pikirkan sejenak petuah saudara Maskur ini. Pendapat Maskur dibenarkan oleh dua teman saya yang lain yang enggan saya sebut namanya walau diminta.

Jika memang demikian maka sudah jelas tanggapan apa yang akan saya berikan.
Dalam hal ini saya masih percaya pada kesama rataan. Bahwa dunia tak sekejam itu. Jika memang benar begitu lantas untuk apa, apa faedahnya sebuah kompetisi, jika yang terdekat dengan panitialah yang akan menang. Lalu bagaimana dengan pesaing. Hanya pemanis, pelengkap, penyedap, atau apa.

Saya bilang bahwa saya tak akan melakukan itu. Untuk semua hal yang saya kerjakan tak terkecuali tugas yang harus saya selesaikan termasuk yang tersayang sudara 'Skripsi" ini, tak perlulah saya berubah atau mengganti rupa.
Saya membaca sebuah artikel yang cukup mengejutkan bahwa tidaklah murah bagi seseorang untuk operasi plastik. Sebenarnya saya kurang paham apakah ada "Hubungan antara operasi plastik dengan skripsi dikalangan mahasiswa dengan sejarah depresi. (Studi korelasi pada Penulis Amatir yang sok pintar)."


Jika ada kawan saya yang berpersepsi dan memilih jalan yang demikian, saya sendiri dengan rendah hati akan bilang 'tidak'.
Hal yang wajar jika manusia mempunyai pendiriannya masing-masing.  Sementara saya, sungguh masihlah merasa nyaman menjadi diri sendiri tanpa harus merubah rupa. Jika buruk biarlah saya perbaiki, jika baik tentu saja itu bukan saya.
Kenapa saya sulit, mungkin usaha saya kurang?
Ambil baiknya saja untuk mendinginkan hati. Toh, dosa saya sudah kelewat banyak, sehingga saya akan merasa keberatan jika menambahnya dengan prasangka.


Kejadian yang saya alami tempo hari mengingatkan saya pada kalimat sederhana dari orang yang sederhana pula,
"Kopi yang berada di cangkir transparan hampir semua orang tahu hitamnya. Beberapa dari mereka bahkan sudah mengira getir dan pahit dari Si Kopi. Sementara kopi yang lain, berada di gelas putih yang tidak transaparan. Anak kecil kira itu susu."


Mari dipilihmari dipilih, wong namanya kopi mau ditaruh di cangir manapun tetaplah kopi.
Tentu saja saya memilih yang berada di gelas transparan, dari kejauhan saja sudah tempak menggoda.
Anda?


Bagi saudara-saudara seperjuangan saya, Jangan menyerah!, kita ngopi, yuk lanjut kelarin skripsi. :)
Manfaatkan ampas-ampas semangat di dasar gelas.
Yang sudah lulus jangan sombong, Mbok menowo nanti aku jadi bosmu. Kan ndak ada yang tahu.

Barangkali bapak pembimbing juga suka ngopi, mari diajak. siapa tahu mau membayari? : D


Salam damai untuk semua manusia dimuka bumi tanpa terkecuali.

Comments

Popular posts from this blog

5 lagu Coldplay yang pas di dengar saat hujan

Yang Terbuang