Biarkan kopi menjadi kopi II

"Jadi,... Maaf bapak, kopinya sudah dingin"

Esok harinya, surat benar bisa terproses rapi berikut data yang telah saya kantongi. Cukup beruntung Kak Sali tak datang lebih pagi ketimbang saya, saya sangat bersyukur akan hal itu, dan mendoakan semoga dilancarkan rejekinya.

Didapatnya data merupakan sesuatu yang patut saya senangi. Akan tetapi tak boleh berhenti sampai disitu, hari ini saya harus melanjutkan petualangan untuk mencari data yang lebih spesifik mengenai penelitian saya.

Saya menyebutnya sebagai Dinas P karena memang hurufnya berawalan P. Saya sampai disana satu setengah jam kemudian. 
Kepala bagian Tata usaha sedang ngopi ria di sudut ruang dengan gelas putih yang tak transparan. Menatapku kemudian aku di ajaknya duduk menjauh dari kopi, mungkin berfikir aku akan meminta, padahal jika boleh kenapa tidak. Tentu saja saya akan meminta, dan mungkin dengan sedikit memaksa.

"Jadi bagaimana?" Pertanyaan itu menjadi sangat khas untuk setiap instansi yang saya datangi.
Baik kujelaskan semuanya, lalu surat yang dipertanyakan dari pihak dinas, dan tibalah saat-saat yang kurang menyenangkan. Tentang kesalahan yang sengaja di ada-adakan seperti tentang penulisan yang kurang baik, tentang tanda koma yang seharusnya titik, tentang huruf kapital ukuran 12 atau 14, tentang huruf yang harusnya di cetak tebal dan miring, atau tentang apapun.
Jadi apa sebenarnya masalahnya?
Saya hendak mengumpat, dan benar saya telah mengumpat "S*alan"
Data tak didapat malah diajak berdebat.
Merasa memenangkan dengan andalan "Ya karena memang demikian prosedurnya" padahal apa yang saya cari sebenarnya tidak ada itu konyol. Mengapa saya tahu rahasia itu, seseorang memberi saya bocoran.
Banyak orang menutupi hal itu, intinya agar mereka terlihat baik.
Terserah saja.

Perlu diketahui bahwasanya saya tidak marah, hanya memang ingin sedikit menjambak rambut si bapaknya, menjewer kupingnya dan mungkin berkata, "Maaf bapak, kopinya sudah dingin."
Ah saya ini, memang kurang sopan.


Subjetif v Objektif

Husssss,....
Jangan terlalu banyak membahas yang satu ini. Bahadur, eh *bahasur, *bukan-bukan bahawur, *ya tuhan, bahaya-bahaya. iya itu maksudnya, bahaya.
Mari kita berandai-andai yang bukan lumut, 
Andaikan saja? Beliaunya sedikit lebih objektif mungkin saya sedang kebut-kebutan untuk menyelesaikan skripsi saya. Pasalnya, ada hal yang jauh lebih penting yang harus saya kejar, untuk hidup saya ke depan. Saya pria yang sudah bukan anak kecil lagi. Dan seperti anda mari kita baik-baik mencari rezeki. Saya juga bermimpi demikian, menghidupi anak istri, simpel sekali bukan, sangat ringan.
Jadi tolonglah bapak.....
Saya menunggu anda sepanjang hari. Hehehehehe
Saya pengen cepet lulus. udah itu saja. 
*pisssss jangan di ambil hati
ini hanya curhatan orang yang agaknya kurang waras

"Bapak suka kopi? mari saya buatkan. Biar enak ngobrolnya."
"Husssss. Diam saja, ini sogokan."

Saya memang mahasiswa yang kurang ajar dan kawan saya saudara seperjuangan saya yang terhormat Maskur hampir sama kurang ajarnya, dia hanya lebih istimewa karena mengaku waras. 
Adalah kami berdua yang kurang beruntung tidak berada di sisi subjektif.
wis pokoke yo ono-ono wae, nek awak dewe sing ngabari raono balesan, lah sitoke ngabari mak less, koyok wong balang-balangan kertas. Hidup memang keras.


Sudah-sudah.
Sekarang bukan waktu yang tepat untuk mengeluh, mari kembali berjuang, doakan saja saya mendapat hidayah.

"Banyak mengeluh adalah pertanda anda kurang konsumsi kopi."

Selamat malam dan sampai jumpa...


Terimkasih sudah mampir, share boleh, tidak ya tidak apa-apa. :)

Comments

Popular posts from this blog

5 lagu Coldplay yang pas di dengar saat hujan

Yang Terbuang

Biarkan Kopi Menjadi Kopi III